Selasa, 21 November 2017

Takhrij al-Hadits (PAI B Semester Ganjil 2017/2018)




Anang Ismail, Ataita Anida dan Oky Aldrin Suwignyo
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Angkatan 2016UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

ABSTRAK
Hadist ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad baik perkataan perbuatan maupun ketetapannya. Hadist merupakan sumber  syariat islam kedua setelah al-qur’an. Hadist banyak dimuat didalam berbagai kitab-kitab hadist  yang menjadi rujukan suatu hukum tertentu setelah hukum tersebut tidak terdapat dalam Al-qur’an. Untuk mencari sebuah hadist dari kitab-kitab hadist tentunya tidak mungkin harus mencari atau membuka satu persatu kitab hadist, namun dengan adanya ilmu takhrij dapat mempermudah dalam pencarian hadist. Ilmu takrijh sendiri merupakan metode yang digunakan untuk mengeluarkan, mencari serta mengungkapkan hadist dari sumber-sumber aslinya. Takrijh hadist ini sangat berguna bagi mahasiswa bahkan dosen dalam mengunggkap sebuah hadist. Dengan berkembangannya dunia teknologi seperti sekarang ini takhrij hadist tidak hanya dilakukan dengan kitab-kitab tetapi takhrij dapat dilakukan dengan software atau aplikasi, yang semuanya itu ialah untuk mempermudah seseorang dalam memahami sebuah hadist.
Kata kunci :Ilmu hadist, Takhrij hadist

ABSTRACT
Hadits is everything related to the Prophet of Muhammad , whether his sayings, behaviour, or decisions. Hadits is the second source of Islamic law after the Holy Qur’an. There are so many hadits are written in hadits book as source to decide some cases since it is not stated in Holy Qur’an. The existence of takhrij method allows people to find hadits easily without searching in many books. Takhrij hadits is a method used to take out, look for and reveal hadits from the original soures. This method is very useful for students and teachers to reveal hadits. Since technogoly is rising, takhrij hadits is not only applied in books but also with software or application which is to help people in understanding hadits.
Keywords : Science of hadits, Takhrij hadits
A.      Pendahuluan
Hadist adalah satu dari dua sumber syariat Islam setelah Al-Quran. Fungsi hadits dalam syariat Islam sangat strategis. Diantara fungsi hadis yang paling penting adalah menafsirkan Al-Qur`an dan menetapkan hukum-hukum lain yang tidak terdapat dalam Al-Qur`an. Begitu pentingnya kedudukan hadits, pantas jika salah seorang ulama berkata, “Al-Qur`an lebih membutuhkan kepada Sunnah daripada Sunnah kepada Al-Qur`an.”
Sejak jaman kenabian, hadis adalah ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslimin. Hadits mendapat tempat tersendiri di hati para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang datang setelah mereka. Setelah Al-Quran, seseorang akan dimuliakan sesuai dengan tingkat keilmuan dan hapalan hadisnya. Karena itu, mereka sangat termotivasi untuk mempelajari dan menghafal hadis-hadis Nabi melalui proses periwayatan. Tidak heran, jika sebagian mereka sanggup menumpuh perjalanan beribu-ribu kilometer demi mencari satu hadits saja.
Penguasaan para ulama terdahulu terhadap hadist begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadist untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab Hadist. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadist yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar’i. maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadist-hadist yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab Hadist yang asli, menjelaskan metodenya dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dha’if yang penjelasan tersebut diklasifikasi menjadi ilmu takhrij hadist.
B.       Pengertian Takhrij Hadist
Dalam kamus Lisan al-‘Arab disebutkan definisi takhrij (تَخْرِيجٌ)secara bahasa berasal dari huruf(ر-جخ) yang berarti tampak atau jelas.[1]Menurut Mahmud al-Thahan takhrij adalah dua perkara yang saling berlawanan berkumpul menjadi satuhal.[2]Menurut istilah takhrij hadits adalah penelusuran atau pencarian hadis di berbagai kitab-kitab koleksi hadis sebagai sumber asli dari hadist yang dimaksud, yang di dalam sumber  itu disebutkan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan. Sedangkan Ilmu takhrij adalah bagian dari ilmu hadis yang membicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal dan untuk menentukan kualitas sanad hadis dan untuk di tolak atau diterimanya hadis-hadis.
Pengertian takhrij menurut ahli hadist memiliki tiga macam pengertian yaitu:
1.        Usaha mencari sanad hadis yang terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. usaha semacam ini dinamakan juga istikhraj. misalnya seseorang mengambil sebuah hadist dari kitab jamius sahih muslim, kemudian ia mencari sanad hadist tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditetapkan oleh imam muslim
2.        Suatu keterangan bahwa hadist yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadist mengakhiri penulisan hadistnya dengan kata-kata Akhrajahul Bukhari. Artinya bahwa hadist yang dinukil itu terdapat kitab jamius shahih bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata Akhrajahul Muslim berarti hadist tersebut terdapat dalam kitab shahih muslim.
3.        Suatu usaha mencari derajat, sanad dan rawi hadist yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
Misalnya :
1.        Takhrij Ahadisil Kasysyaaf, karyanya Jamaluddin Al-Hanafi adalah suatu kitab yang mengusahakan dan menerangkan derajat  hadist yang terdapat dalam kitab Tafsir Al-Kasysyaaf, yang oleh pengarangnya tidak diterangkan derajat hadistnya, apakah shahih, hasan, atau lainnya.
2.        Al Mugny An Hamlil Asfar, karya Abdurrahim Al-Iraqy, adalah kitab yang menjelaskan derajat-darajat hadist yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali.
Pengertian takhrijul hadist telah mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut :
1.      Pada tahap petama takhrij berarti penyebutan hadist-hadist dengan sanadnya masing-masing. Terkadang pengarang menitik beratkan pada masalah sanad atau terkadang pada masalah matan.
2.      Pada tahap kedua istilah takhrij berkembang menjadi penyebutan hadist-hadist dengan sanadnya yang berbeda dengan sanad-sanad yang ada pada kitab kitab hasdit sebelumnya. Umumnya penyebutan sanad-sanad dalam kitab kedua ini ditujukan untuk meratifikasi sanad-sanad yang ada pada kitab pertama.
3.      Pada tahap ketiga, di mana hadist-hadist yang telah dikoleksi dalam kitab-kitab hadist istilah takhrij bermakna perujukan riwayat-riwayat hadist kepada kitab-kitab yang ada.

C.      Sepintas sejarah tentang Takhrij
Dahulu ulama klasik, mulai pada masa sahabat hingga pada abad kelima hijriyah belum mengenal tentang takhrijhadits, sebab penguasan mereka terhadap sumber-sumber sunnah sangat luas. Kontak mereka dengan sumber-sumber asli hadist amat kuat. Dan juga mereka memiliki wawasan yang luas  tentang hadist. Dan tingkat kedhabitan ulama hadist pada saat itu sangat tinggi. Sehingga jika mereka mengutarakan pendapat, mereka dengan mudah menyebutkan hadits yang ada sebagai dasar dan argumentasinya.[3]
Hal demikian hanya berlangsung beberapa abad saja, kajian hadits semakin menurun dan semangat belajar juga mulai melemah.Dan sampai terbatasnya waktu bagi para ulama dan peminat hadist untuk menela’ah kitab-kitab sunnah dan sumber-sumbernya yang asli. Ketika itulah mereka mulai mengalami kesulitan mengetahui letak hadits yang dijadikan penguat oleh para penyusun kitab ilmu-ilmu syar’I dan ilmu-ilmu lainnya. Lalu sebagian ulama (hadits) bangkit. Mereka mentakhrij hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab-kitab sunnah yang asli dan mereka menyebutkan metode-metodenya.[4]
Setelah itu mulailah bermunculan kitab-kitab takhrij hadits, Mahmud al-Thahan menyebutkan bahwa kitab takhrij yang pertama kali adalah Takhrij al-Fawaid al-Muntakhabah al-Shihah wa al-Gharaib yang ditulis oleh Abu al-Qasim al-Husayni. setelah kitab-kitab itu menyebar hingga mencapai puluhan kitab. Dengan demikian ulama hadits telah melakukan usaha besar terhadap kitab-kitab hadits yang mereka takhrij. Kalau saja mereka tidak melakukan usaha tersebut pasti akan terjadi kendala dalam upaya pelestarian kitab-kitab ilmu syar’i. Dan kita juga akan mengalami kesulitan saat merujuk kepada sumber-sumber hadits yang sangat beragam.

D.      Hal yang Mendasar dalam Takhrij Hadits
Mentakhrij matan suatu hadits berarti mengungkap perawi Hadits tersebut dalam kitabnya disertai bab dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kitab tersebut.Setelah mentakhrij suatu hadits hendaknya kita dapat menjelaskan sekitar hadits tersebut. Mungkin, tentang keshahihannya, ketersambungnya sanadnya dan lain-lain. Ini tentunya dengan cara membandingkan diantara sanad-sanadnya yang ada.
Bila kita dihadapkan mencari hadits dengan sahabat sebagai penerima dari nabi lebih dari satu, maka kita harus mencari sahabat yang meriwayatkannya keseluruhan seperti yang diminta. Seperti ; suatu hadits diriwayatkan oleh ulama hadits dari dua sahabat (A & B). hadits dengan perawi A dikeluarkan oleh Fulan dalam kitabnya (nama kitab kumpulan Haditsnya) dalam bab ini, jilid sekian, halaman sekian, nomor hadits sekian dan lain-lain, dengan menyebutkan nama-nama perawi yang terdapat dalam sanadnya. Adapun hadits dengan perawinya B dikeluarkan oleh Fulan dalam kitabnya (nama kitab haditsnya)  dan seterusnya seperti yang telah disebutkan diatas.
Yang menjadi sasaran pokok mencari hadits adalah materinya. Dan hendaknya kita tidak terkecohkan oleh perbedaan lafal. Selama ada kesamaan sahabat dan kesamaan pengertian dalam susunan kalimatnya, tetap dinamakan hadits. Memang wajar bila dalam suatu hadits terdapat perbedaan kata dalam matan. Imam Zaila’I : “Kewajiban seorang Muhaddits hanyalah membahas materi Hadits dan meneliti perawi yang mengeluarkannya. Adapun perbedaan lafal, tambahan atau pengurangan tidak banyak mempengaruhi”.[5]
Imam Al-Syakhawi berkata : “ Para ahli takhrij tidak berbuat sendiri-sendiri terhadap Haditsnya. Kebanyakan mereka berbuat menurut kitab induk Hadits-hadits tersebut dan begitu pula dengan sanad-sanadnya. Setelah menyelesaikan suatu hadits, mereka berterus terang menisbatkannya kepada, katakanlah, Imam Bukhari atau Imam Muslim atau kepada keduanya, sekalipun terdapat perbedaan lafal dengan beliau berdua. Yang mereka kehendaki hanyalah materi pokok Hadits.
Materi-materi keislaman diantaranya bersumber kepada Sunnah Nabi. Untuk mencari suatu Hadits mengharuskan penggunaan Ilmu Takhrij. Dengan Ilmu Takhrij ini kita akan lebih tahu kitab-kitab hadits yang menjadi pembahasannya.
Takhrij Hadits tidaklah terbatas pada matan Hadits, akan tetapi mencakup :
1.         Mentakhrij Hadits dari berbagai kitab induknya.
2.         Mentakhrij sanad-sanad Hadits beserta biografi dan penilaian terhadap perawi.
3.         Mentakhrij lafal-lafal yang asing melalui kitab-kitab yang berhubungan dengan itu.
4.         Mentakhrij lokasi kejadian dalam Hadits melalui kitab-kitab yang dikarang untuk itu.
5.         Mentakhrij nama-nama karangan melalui kitab-kitab yang diperuntukkan bagi bidangnya.[6]

E.       Tujuan Takhrij
Tujuan takhrij hadits  adalah sebagai berikut :
1.        Menunjukkan sumber Hadits-hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut.
2.        Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti.
3.        Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti.
4.        Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid atau mutabi’ pada sanad yang diteliti.[7]

F.       Manfaat Takhrij
Tidak diragukan lagi bahwa mengetahui disiplin ilmu takhrij sangat penting bagi orang yang menggeluti ilmu-ilmu syar’i, mempelajari kaidah-kaidah dan metodenya, agar ia mengetahui bagaimana sampai kepada hadits tersebut pada sumber-sumbernya yang orisinal. Manfaat takhrij sangat besar bagi seseorang yang berkecimpung dalam hadits dan ilmu-ilmu hadits.sebab dengan perantaraannya seseorang mendapat
Petunjuk kepada salah satu sumber hadits pertama yang disusun oleh para tokoh/imam hadits.[8]
Dibawah ini beberapa manfaat yang mempelajari takhrij hadits :
1.        Dapat memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadist sahih, hasan, ataupun dhaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2.        Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah diketahui bahwa suatu hadits adalah hadits yang maqbul (dapat diterima). Dan sebaliknya, tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak).[9]
3.        Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SAW. Yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
4.        Takhrij memperkenalkan sumber-sumber Hadits, kitab-kitab asal dimana suatu hadits berada beserta Ulama yang meriwayatkannya.
5.        Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad Hadits-hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukinya.
6.        Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut munqathi’, mu’dal dan lain sebagainya.
7.        Takhrij memperjelas hukum Hadits dengan banyak riwayatnya.  Terkadang kita dapatkan suatu hadits dhaif melalui satu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan kita akan dapati riwayat lain yang shahih. Hadits yang shahih itu akan mengangkat hukum hadits yang dhaif tersebut ke derajat yang tinggi.
8.        Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para Ulama sekitar hukum Hadits.
9.        Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena terkadang kita dapati seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya takhrij kemungkinan kita akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
10.    Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.[10]

G.      Metode Takhrij Hadits
Dalam melakukan takhrij hadis dapat menggunakan beberapa metode untuk melakukan penelusuran terhadap hadits yang akan di takhrij. Metode-metode ini dimaksudkan untuk membantu mempermudah mencari hadis-hadits nabi. sebagai berikut:


a.         Metode takhrij hadits melalui periwayat pertama dalam hadits
Metode ini dapat dilakukan dengan cara mengetahui nama perawi pertama dari kalangan sahabat yang tertera dalam hadits yang akan di takhrij. Setelah mengetahui nama perawinya, langkah selanjutnya yaitu mencari nama perawi tersebut dalam kitab Musnad atau al-Athraf. Selanjutnya setelah menemukan perawi yang sedang dicari, setelah itu pentakhrij harus mencari hadits yang tertera di bawah perawi tersebut.Dan akan diketahui ulama hadits yang telah meriwayatkannya.[11]Dalam hal ini kita membutuhkan tiga macam kitab: Musnad, Mu’jam,dan Al-Athrof.[12]
b.        Metode Takhrij al-Hadits melalui Kata Pertama dalam Matan
Metode Takhrij al-Hadits iniMerupakan metode pencarian hadist melalui lafadz pertama matan suatu hadist yang akan di takhrij. Melalui metode ini pentakhrij harus menghimpun lafadz pertama dari matan hadits yang akan di takhrij berdasarkan dengan huruj hijaiyah.Setelah itu pentakhrij mencari lafadz itu ke dalam kitab-kitab takhrij yang disusun sesuai dengan metode ini berdasarkan huruf pertama, uruf kedua dan seterusnya.[13]Langkah-langkah pencarian pada contoh hadits yang berbunyi من يردالله به خيرkarena awal lafad tersebut adalah huruf “mim” maka pentakhrij harus mencarinya pada bab mim (م). Setelah itu mencari huruf “nun”. Begitupun seterusnya. Kelebihan menggunakan metode ini adalah meskipun kita tidak hafal keseluruhan matan hadits,  kita bisa dengan cepat menemukan/menelusuri hadits yang sedang kita teliti dengan menggunakan lafal pertama akan tetapi, jika terdapat perbedaan lafal pada awal matan dalam hadits itu, maka akan membuat kita kesulitan dalam menemukan hadits tersebut.[14]kitab yang digunakan dalam metode ini adalah Al-Jami’ As-Shaghir Min Hadits Al-Basyir Al-Nadzir.
c.         Metode Takhrijul Hadits dengan tema tertentu
Seorang pentakhrij boleh saja tidak terikat dengan bunyi lafadz pertama pada matan hadits, tetapi berupaya memahami melalui topiknya. Metode ini Merupakan metode pencarian hadits melalui suatu topic permasalahan atau tentang tema tertentu. Misalnya, hadist yang akan diteliti itu mengenai topic anjuran tentang menikah dll.[15]Keunggulan metode ini ialah pentakhrij dituntut untuk memahami tema hadits tersebut dan dapat memperkenalkan pentakhrij tentang hadits-hadits lain yang memiliki tema yang sama. Sedangkan kelemahannya adalah terkadang pentakhrij sulit menyimpulkan tentang topic suatu hadits yang akan ditaakhrijnya, dan terkadang pemahaman pentakhrij berbeda dengan pemahaman penyusun kitab, karena penyusun kitab meletakkan suatu hadits pada topic yang tidak diduga oleh pentakhrij.


d.        Metode Takhrij Melalui Kata-kata yang asing dalam Matan Hadits
Metode ini tergantung terhadap kata-kata yang ada di dalam matan hadits yang ingin kita telusuri. Semakin asing suatu kata maka, akan memudahkan kita untuk lebih cepat menemukannya. Metode ini memiliki kelebihan yaitu mempercepat kita dalam mencari Hadit melalui kata-kata apa saja yang terdapat di dalam matan hadits. Akan tetapi kekurangan menggunakan metode ini adalah pentakhrij harus memiliki kemampuan berbahasa Arab, karena metode ini menuntut untuk mengembalikan kata-kata kunci kepada kata dasarnya dan kekurangan lainnya adalah terkadangan suatu hadits tidak dapat ditemukan dengan satu kata kunci, sehingga pentakhrij harus mencari kata kunci lain yang terdapat di dalam matan hadits tersebut.[16]
e.         Takhrij hadits berdasarkan status suatu hadits
Melalui metode ini pentakhrij harus menentukan status hadits terlebih dahulu, misalnya hadits tersebut mutawattir, hadis qudsi, mursal dll. Jika sudah mengetahui status hadits baru kita bisa melacaknya melalui kitab-kitab yang memuat hadits berdasarkan statusnya. Kelebihan metode ini yaitu diantaranya dapat memudahkan kita dalam proses takhrij. karena hadits yang dimuat didalam kitab-kitab takhrij berdasarkan statusnya jumlahnya sangat sedikit dan tidak rumit. Akan tetapi kekurangannya adalah terbatasnya kitab-kitab yang memuat hadits berdasarkan statusnya, dan pentakhrij juga harus bisa memiliki wawasanilmu hadits yang tinggi sehingga bisa menentukan status hadits.[17]

H.      Kitab-kitab yang  digunakan dalam Takhrij Hadist

Dalam mentakhrij hadits kita membutuhkan kitab-kitab yang bisa membantu kita dalam melakukan takhrij hadits. Berikut ini beberapa kitab tersebut ialah:

a.         Hidayatul Bari ila tartibi Ahadisil Bukhari

Kitab ini disusun oleh Abdur Rahman Ambar Al-Misri At-Tahtawi. Kitab ini disusun untuk membantu pentakhrij dalam menelusuri hadits yang ada di dalam kitab Shahih Al-Bukhori.lafadzh hadits didudun menggunakan huruf abjad Arab.[18]
b.        Mu’jam Al-Fadzi wala Siyyama Al-Gariibu Minha atau Fuhris litartibi Ahaditsi Shahihi Muslim
Kitab ini merupakan salah satu juz dari kitab Shahih Muslim yaitu juz yang ke-5.
Juz ke-5 ini merupakan kamus dari juz 1-4 yang berisi:
1.         Daftar urutan judul kitab, nomor hadits, dan juga juz yang memuatnya.
2.         Berisi tentang Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang ada di dalam kitab Shahih Muslim.
3.         Daftar awal matan hadits tersusun menurut abjad dan juga diterangkan nomor-nomor hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari jika kebetulan hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhori.[19]
c.         Miftahus Sahihain
Penyusun kitab ini adalah Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah. Kitab ini bisa digunakan untuk mencari hadits di dalam kitab Shahih Muslim. Tetapi, kitab ini hanya memuat hadits-hadits qouliyah saja. Hadits itu disusun berdasarkan abjad dari awal lafadz matan hadits.[20]
d.      Al-Jami’us Shagir
Penyusunnya adalah Imam jalaluddin Abdurrahman as-Suyuti. Di dalam kitab kamus ini termuat hadits yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan Hadits yang disusun oleh As-Suyuti juga, yakni kitab Jam’ul Jawani. Hadits dalam kitab ini disusun mulai awal abjad lafadz matan hadits. Beberapa dari hadits-hadits tersebut ditulis secara lengkap dan ada juga yang ditulis sebagian saja, namun telah memiliki pengertian yang cukup. Kitab ini juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits tersebutr dan nama-nama mukharijnya. Dan hamper setiap hadits yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujuo oleh As-Suyuti.[21]
e.       Al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazil Hadits nabawi
Kitab ini disusujn oleh sekelompok orientalis diantaranya yaitu Dr. Arnold John Wensick. Kitab ini digunakan untuk mencari hadits berdasarkan petunjuk lafadz matan hadits. Oleh karena itu, kitab ini bisa memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadits, asal saja sebagian dari lafadz matan yang dicari telah kita ketahui. Kitab ini terdiri dari 7 juz.[22]

I.         Takhrij hadist dengan komputer
a.         Pencarian berdasarkan nomor
1.        Buka Aplikasi Mausu’at al-Hadith al-Sharif yang telah di instal

2.        Kemudian Klik عرض   kemudian klik رقم الحديت untuk pencarian hadith melalui nomor



3.        Lalu muncul gambar di bawah, setelah itu pilih kitab dan nomor hadith yang kita inginkan misalnya yang kita ambil ialah kitab Muslim nomor 1648 kemudian klik ikon عرض لا حديث





4.        Berikut di bawah ini hasil pencarian dari hadith Imam Muslim nomor 4867


b.         Pencarian berdasarkan kata/kata-kata matan hadith
1.        Klik بحث   kemudian pilih البحث الصرفي sebagaimana gambar di bawah ini

2.        Lalu kita ketik kata-kata matan yang akan kita cari misalnya سلك طريقا lalu klik ikon بحث   dipojok kanan bawah


3.        Apabila software ini diinstalkan pada komputer yang sistem operasinya menggunakan microsoft Windows 7 maka pilihan kata tida terbaca seperti di bawah ini. Dalam situasi ini kita dapat memilih ikon كل الجذور


4.        Kemudian akan tampil hasi pencarian seperti gambar dibawah ini kemudian klik  عرض لموضع


5.        Berikut ini adalah tampilan hadist yang dicari berdasarkan kata-kata matan hadith

J.        Penutup
Dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa takhrij hadits adalah penelusuran atau pencarian hadis di berbagai kitab-kitab koleksi hadis sebagai sumber asli dari hadis yang dimaksud, yang di dalam kitab  itu disebutkan secara lengkap matan dan sanad hadis tersebut. Takhrij muncul ketika minat kajian ulama hadits semakin menurun dan semangat belajar juga mulai melemah. Dan sampai terbatasnya waktu bagi para ulama dan peminat hadist untuk menela’ah kitab-kitab sunnah dan sumber-sumbernya yang asli. Ketika itulah mereka mulai mengalami kesulitan mengetahui letak hadits yang dijadikan penguat oleh para penyusun kitab ilmu-ilmu syar’I dan ilmu-ilmu lainnya. Lalu sebagian ulama (hadits) bangkit. Mereka mentakhrij hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab-kitab sunnah yang asli. Salah satu tujuan adanya takhrij hadist adalah untuk Menunjukkan sumber Hadits-hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Takhrij hadits memiliki beberapa manfaat yaitu Dapat memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadist sahih, hasan, ataupun dhaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya. Takhrij hadits memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu Dapat memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadist sahih, hasan, ataupun dhaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah diketahui bahwa suatu hadits adalah hadits yang maqbul (dapat diterima). Dan sebaliknya, tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak). Beberapa metode yang bisa kita gunakan pada saat mentakhrij diantaranya yaitu Metode takhrij hadits melalui periwayat pertama dalam hadits, Metode Takhrij al-Hadits melalui Kata Pertama dalam Matan, Metode Takhrijul Hadits dengan tema tertentu, Metode Takhrij Melalui Kata-kata yang asing dalam Matan Hadits, Takhrij hadits berdasarkan status suatu hadits.
Daftar Pustaka
M. Noor Sulaiman PL. 2008. Antologi Ilmu Hadits.Jakarta: Gaung Persada Press
Andi Rahman. 2016. Pengenalan Atas Takhrij Hadis.Jakarta : Jurnal studi hadis.  Vol.2,  No.1
Mahmud Al Thihhan. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Takhrij, terj. Agil Husin Al-Munawar & Masykur Hakim. Semarang: Dina Utama
Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi Daar al-I’tishaam. 1994. Metode Takhrij Hadits. terj. S Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar. Semarang: Dina Utama
Masykur Bachtiar Fachrurozi. 2009. Takhrij Al-Hadits. Yogyakarta: Aditya Media
Tahuma Haris Wahyudi dan Imron Rosyadi.Hadis-Ilmu Hadiskelas X. Mojokerto: Mutiara Ilmu
Rofiah, Khusniati. 2010. Studi Ilmu Hadith. Ponorogo: STAIN PO Press
M. Solahuddin & Agus Suyadi. 2008.Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka
Anwar, Ali. 2011. Takhrij Al-Hadith Dengan Komputer. Kediri : Pustaka Pelajar
Tajidun Nur dan debibik nabilatul Fauziah, Pengenalan Metode Takhrij Hadits Dalam Upaya meningkatkan kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Singaperbangsa Karawang. Jurnal Pendidikan:  Karawang
Catatan:
1.      Similarity cukup tinggi sebesar 35%.
2.      Zaman now menurut KBBI, kata yang digunakan adalah hadis bukan hadits
3.      Mana penggunaan kitab al-Mu’jam al-mufahrasnya?




[1]Tajidun Nur dan debibik nabilatul Fauziah, Pengenalan Metode Takhrij Hadits Dalam Upaya meningkatkan kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Singaperbangsa Karawang. Jurnal Pendidikan:  Karawang
[2]M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hlm.155
[3]Andi Rahman, Pengenalan Atas Takhrij Hadis, Riwayah: Jurnal studi hadis, Jakarta:PTIQ Vol.2,  No.1, 2016
[4]Mahmud Al Thihhan, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij, terj. Agil Husin Al-Munawar & Masykur Hakim, (Semarang: Dina Utama, 1995), Hlm. 40
[5]Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi Daar al-I’tishaam, Metode Takhrij Hadits, terj. S Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, (semarang: Dina Utama, 1994), hlm.13
[6]Ibid, hlm.17
[7]Masykur Bachtiar Fachrurozi, Takhrij Al-Hadits, (Yogyakarta: CV. Aditya Media, 2009), hlm.7

[8]Mahmud Al Thihhan, Op.cit.,Dasar-Dasar Ilmu Takhrij, terj. Agil Husin Al-Munawar & Masykur Hakim, (Semarang: Dina Utama, 1995), Hlm. 21
[9]Tahuma Haris Wahyudi dan Imron Rosyadi, Hadis-Ilmu Hadiskelas X, (Mojokerto: Mutiara Ilmu), hlm. 74
[10]Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi Daar al-I’tishaam, Metode Takhrij Hadits, terj. S Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, (semarang: Dina Utama, 1994), hlm.5                                                                                       
[11]Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010), Hlm.169
[12]Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi Daar al-I’tishaam, Op.cit., hlm. 40
[13]Ibid, hlm. 17
[14] Ibid
[15]Masykur Bachtiar Fachrurozi. Takhrij Al-Hadits (Yogyakarta: CV. Aditya Media, 2009), Hlm. 7
[16]Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi Daar al-I’tishaam, Op.cit, hlm.60
[17]Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith,  (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010), hlm.175.
[18]Masykur Bachtiar Fachrurozi, Takhrij Al-Hadits (Yogyakarta: CV Aditya Media, 2009), hlm. 8
[19]Ibid
[20]M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis ( Bandung: CV PUSTAKA, 2008), hlm. 194
[21]Ibid
[22]Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar