TAKHRIJ AL-HADITS
Nina Indriani,
Afifah Lutfiya Alwi dan Ahmad Falihul Umam
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas D
Angkatan 2015
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
Abstract
Hadith is a guideline of human life especially
Muslims in all things after the Koran. The science of this thesis is a key to
the hadith treasury. Usefulness and benefits are very clear when we know a
hadith, but we do not know the nature of the hadith whether sourced from the
Prophet or not. The science of thakhrij also introduces methods to arrive at
the desired intent either by manual or by computer. Takhrij al-Hadith is very
useful to expand one's knowledge about the ins and outs of the books of hadith
in various forms and systems of compilation, facilitate a person in returning a
hadith that found it into the original sources, so that it will be easy also to
know the level of welfare Whether or not the relevant hadith.
Abstrak
Hadits merupakan
suatu pedoman hidup manusia khususnya umat islam dalam segala hal setelah
al-Quran. Ilmu takhrij ini merupakan suatu kunci perbendaharaan hadits.
Kegunaan serta manfaatnya sangat jelas ketika kita mengetahui suatu hadits,
tetapi kita tidak mengenal hakikat hadits tersebut apakah bersumber dari
Rasululloh saw atau tidak. Ilmu takhrij juga mengenalkan metode-metode untuk
sampai kepada maksud yang dikehendaki baik dengan cara manual atau dengan
komputer. Takhrij al-Hadits ini berguna sekali untuk memperluas pengetahuan
seseorang tentang seluk beluk kitab-kitab hadits dalam berbagai bentuk dan
sistem penyusunannya, mempermudah seseorang dalam mengembalikan suatu hadits
yang ditemukannya ke dalam sumber-sumber aslinya, sehingga dengan demikian akan
mudah pula untuk mengetahui tingkat keshahihan atau tidaknya hadits yang
bersangkutan tersebut.
Keyword: Hadits,
Sanad, Matan, Rowi
A.
Pendahuluan
Hadits merupakan pedoman hidup manusia
setelah alquran, menjadi pegangan yang harus dijaga keabsahannya. Selain
sebagai sumber hukum, hadits juga sebagai sumber pengetahuan bagi manusia. Maka
tidak dipungkiri bahwa manusia utamanya umat islam sangat memberikan perhatian
khusus terhadap hadits, terutama dalam usaha menjaga keasliannya agar tidak
musnah.Namun pada saat ini telah banyak manusia yang dengan sesuka hatinya
mengubah atau memalsukan hadits yang tidak sesuai dengan hadits yang
sesungguhnya baik itu dari segi perawi ataupun yang lainnya. Para pendusta
tersebut mengeluarkan pernyataan yang diatasnamakan Rosulullahuntuk mendukung
kelompoknya.
Ketakutan dan kekhawatiran manusia
khususnya umat islam terjadinya kerancuan dan hilangnya hadits murni, maka
terjadilah transisi hadits. Dengan ini maka ilmuan muslim berinisiatif untuk
membuat media ataupun metode untuk menguji kebenaran suatu hadits apakah hadis
tersebut shohih, hasan, ataupun dho’if. Sehingga dengan metode takhrij ini
dapat diketahui keabsahan suatu hadits yang ada.
Walaupun hadist-hadist Nabi telah
dibukukan yang penulisannya sudah lengkap baik matan maupun sanadnya, pada
kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kita temui baik dalam
tulisan maupun ceramah hadist-hadist yang tanpa identitas hadits tersebut baik
dari segi perawi atau yang lainnya.Terkadang hanya disebutkan potongannya saja
tanpa disebutkan rawi pertama serta kolektornya dan terkadang hanya disebutkan
rawi pertama serta kolektonya. Hal ini tentu saja tidak begitu meyakinkan kita
apalagi kalau hadist yang berkenaan dengan masalah akidah maupun ibadah. Oleh karena
itu kita perlu menelusuri hadist tersebut pada kitab sumbernya yang asli agar
kita bisa rnengetahui lafal hadist yang dujumpai secara lengkap baik matan
maupun sanadnya.Menelusuri hadist pada sumber aslinya tidak bisa dilakukan
sembarangan saja tapi perlu metode tersendiri yang sudah dirumuskan oleh para
ahli hadist yang disebut dengan Metode takhrij al-hadist.
B.
Pengertian
Al-Qur’an
1. Pengertian Secara Etimologi
(Bahasa)
Menurut
bahasa takhrij yaitu berasal dari kata kharaja (خرج) yang berarti dari
tempatnya, keadaan, terpisah dan kelihatan. Kata al-ikhraj (الاخراج)
yang berarti menampakkan atau memperlihatkannya. Dan al-makhraj (المخرج)
yang berarti tempat keluar, dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan menjelaskan tempat
keluarnya.[1]
-
Menurut Mahmud al-Thahhan:
Takhrij adalah (usaha) menunjukkan letak asal hadist pada sumbersumbernya yang
asli yang didalamnya telah dicantumkan sanad hadist tersebut (secara lengkap),
serta menjelaskan kualitas hadist tersebut jika kolekter memandang perlu.
-
Menurut Nawir Yuslem: Hakekat
takhrij adalah penelusuran atau pencaraian hadist pada berbagai kitabhadist
sebagai sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan
dan sanad Hadist.
-
Menurut M. Syuhudi Isma’il:
Takhrij Alhadist adalah penelusuran atau pencaraian Hadist pada berbagaikitab
sumber asli dari hadist yang bersangkutan, yang didalam seumber itu dikemukakan
secara lengkap matandan sanad hadist yang bersangkutan.
Dari
defenisi-defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa takhrij hadits adalah usaha
menemukan matan dansanad hadist secara lengkap dari sumber-sumbernya yang asli
yang dari situ akan bisa diketahui kualitas suatu hadist baik secara lansung
karena sudah disebutkan oleh kolektornya maupun melalui penelitian selanjutnya.[2]
2. Pengertian Secara Terminologi
(Istilahi)
Menurut istilah takhrij yaitu memberikan
tentang tempat hadis pada sumber aslinya dengan penjelasan sanad dan derajatnya
ketika diperlukan. Takhrij berarti menunjukkan letak hadits dalam
sumber-sumbernya yang asli (primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya
kemudian menjelaskan hadits itu bila perlu. Dalam pengertian bahwa menunjukkan
suatu hadits berarti menunjukkan sumber-sumber dalam hadits itu diriwayatkan.
Misalnya hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari atau Imam Muslim atau lainnya.[3]
Ada pula beberapa definisi takhrij,
sebagai berikut:
1.
Takhrij menurut ulama hadits
Menurut
beberapa ahli hadits, takhrij memiliki beberapa arti:
a.
Takhrij persamaan kata ikhroj,
yang berarti menampakkan hadits kepada orang lain dengan menyebut tempat
pengambilannya. Artinya para tokoh isnadnya yang mentakhrij hadits itu
disebutkan. Misal: hadits ini dikeluarkan oleh Bukhori, atau ditakhrij oleh
Bukhori. Artinya ia meriwayatkan dan menyebut tempat dikeluarkannya secara
independen.
b.
Takhrij terkadang digunakan untuk
arti mengeluarkan hadits dan periwayatannya dari isi kitab-kitab. Dalam “
Fathul Mughits” As- Sakhowi mengatakan :
والتخريج: إخراج المحديث الأحاديث من بطون
الأجزاء والمشيخات والكتب ونحوها، وسياقها من مرويات نفسه أو بعض شيوخه أو أقرانه
أونحو ذلك، والكلام عليها وعزوها لمن رواها من أصحاب الكتب والدواوين...
“Takhrij
ialah ahli hadits mengeluarkan hadits dari guru, kitab dan lain sebagainya, dan
dikatakan dari periwayatan dirinya, atau dari sebagian gurunya, dari
teman-temannya bagi orang yang pernah meriwayatkan dari pengarang kitab
tersebut”.
c.
Takhrij terkadang disebut
dilalah, artinya penunjuk sumber-sumber asli hadits dan mengacu kepadanya. Yang
demikian yang menyebut penyusun yang pernah meriwayatkannya.[4]
2.
Arti Takhrij lain
اءيرادالمؤلف
احاديث كتاب ما باء سا نيد لنفسه, يلتقي مع مؤلف الا ضل في شيخه اؤ من فؤ قه
Seorang penyusun mendatangkan beberapa
hadis dari sebuah kitab dengan menyebutkan sanadnya sendiri, maka ia bertemu
dengan penyusun asal pada syaikhnya (gurunya) atau orang diatasnya.
Contoh definisi takhrij kedua ini
seperti perkataan ulama hadis
خذا
الحديثاخرجهفلان ؤا ستخرجه
Hadis ini disebutkan oleh si fulan
dengan sanadnya sendiri dan bertemu dengan penyusun asal pada syaikhnya
(gurunya) atau orang di atasnya. Penyusun kedua disebut Mustakhraj seperti
kitab:
مستخرح
ابي عؤ انه عل صحيح مسليم
Dari maksud diatas Muslim menyebutkan
hadis-hadis dengan sanadnya dalam kitabnya, kemudian Abu Unawah datang
mengeluarkan hadis-hadis tersebut dengan menggunakan sanadnya sendiri, Abu
Uwanah tersebut bertemu dengan Muslim pada gurunya atau orang diatasnya sampai
dengan sahabat.[5]
3.
Rumusan Mahmud at-Thahhah tentang takhrij adalah:
التخريج هو الدلالة على موضع الحديث فى
مصادره الأصلية التي أخرجته بسنده ثم بيان مرتبته عند الحاجة
“Petunjuk
tentang tempat atau letak hadis pada sumber aslinya yang diriwayatkan dengan
menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat/kedudukannya manakala
diperlukan”.[6]
Takhrij dalam bentuk yang sederhana dapat berupa
kegiatan mengeluarkan dan meriwayatkan satu hadis dari beberapa kitab hadits,
lengkap dengan jalur-jalur sanad yang dimilikinya. Tetapi takhrij yang lebih
kompleks akan menelusuri para periwayat yang terdapat dalam rangkaian sanad
hadits tersebut, meliputi riwayat hidupnya, guru-guru dan murid-muridnya,
kredibilitas periwayatannya, cara-cara tahammul wa al-adanya (cara mendapatkan
hadis dari gurunya da cara menyampaikan hadis kepada murid-muridnya), dan
sebagainya.[7]
C.
Tujuan
Takhrij Al-Hadits
Dengan mempelajari takhrij al-hadits,
seseorang akan dapat mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis
di dalam sumber-sumbernya yang asli yang pertama kali di susun oleh para ulama
yang mengkodifikasi hadis.dengan mengetahui hadis. Dengan mengetahui hadis di
dalam bukunya yang asli, sekaligus akan mengetahui sanad-sanadnya akan
memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalam rangka untuk mengetahui status
dan kualitasnya.
Selanjutnya, mengenai tujuan takhrij
al-hadits ini, ‘Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah
menunjukkan sumber hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis
tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu:
· Untuk
mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
· Mengetahui
kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (shahih atau hasan) atau
ditolak (dla’if).[8]
D.
Manfaat
Takhrij Al-Hadits
Takhrij hadits memberikan manfaat yang
sangat banyak sekali. Dengan adanya takhrij kita dapat sampai kepada
perbendaharaan-perbendaharaan Sunnah Nabi. Tanpa adanya takhrij seseorang tidak
mungkin akan dapat mengungkapkannya. Diantara kegunaan takhrij ialah:
1.
Takhrij memperkenalkan
sumber-sumber Hadits, kitab-kitab asal dimana suatu hadits berada beserta ulama
yang meriwayatkannya.
2.
Takhrij dapat menambah
perbendaharaan sanad hadits-hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukinya.
Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadits, semakin banyak pula
perbendaharaan sanad yang kita miliki.
3.
Takhrij dapat memperjelas keadaan
sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat
diketahui apakah riwayat tersebut munqathi’, mu’dhal dan lain-lain. Demikian
pula dapat diketahui apakah status riwayat tersebut shahih, dha’if dan lain
sebagainya.
4.
Takhrij memperjelas hukum hadits
dengan banyak riwayat itu. Terkadang kita dapatkan suatu hadits dha’if melalui
satu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan kita akan dapati riwayat lain
yang shahih. Hadits yang shahih itu akan mengangkat hukum hadits yang dha’if
tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
5.
Dengan takhrij kita dapat
mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadits.
6.
Takhrij dapat memperjelas perawi
hadits yang samar. Karena terkadang kita dapati seorang perawi yang belum ada
kejelasan namanya. Dengan Takhrij kita akan mengetahui kejelasan namaperawi
yang sebenarnya secara lengkap.
7.
Takhrij dapat memperjelas perawi
hadits yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
8.
Takhrij dapat menafikan pemakaian
“AN” dalam periwayatan hadits oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya
sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka
periwayatan yang memakai “AN” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
9.
Takhrij dapat menghilangkan
kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
10.
Takhrij dapat membatasi nama
perawi yang sebenarnya. Hal ini karena kemungkinan saja ada perawi-perawi yang
mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi itu
akan menjadi jelas.
11.
Takhrij dapat memperkenalkan
periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
12.
Takhrij dapat memperjelas arti
kalimat yang asing yang terdapat dalam satu sanad.
13.
Takhrij dapat menghilangkan hukum
“Syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi tiwayat tsiqat) yang terdapat pada
suatu hadits melalui perbandingan riwayat.
14.
Takhrij dapat membedakan hadits
yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu ) dari yang lainnya.
15.
Takhrij dapat mengungkapkan
keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi.
16.
Takhrij dapat mengungkap hal-hal
yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi.
17.
Takhrij dapat membedakan antara
proses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma’na
(pengertian) saja.
18.
Takhrij dapat menjelaskan masa
dan tempat kejadian timbulnya hadits.
19.
Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab
timbulnya hadits. Diantara hadits-hadits ada yang timbul karena perilaku
seseorang atau kelompok orang. Melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka
“asbab al-wurud” dalam adits tersebut akan dapat diketahui dengan jelas.
20.
Takhrij dapat mengungkap
kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui
perbandingan-perbandingan sanad yang ada.[9]
-
Secara simpel, melalui takhrij
kita dapat:
1.
Mengumpulkan berbagai sanad dari
sebuah hadits.
2.
Mengumpulkan berbagai redaksi
dari sebuah matan hadits.
E.
Metode Takhrij
1.
Metode pertama (Menurut
Perawi Pertama)
Takhrij
dalam bentuk ini berupa penelusuran penukilan dan pengambilan hadits dari
berbagai kitab/diwan hadits (mashadie al-Asliyah), sehingga dapat
teridentifikasi hadits-hadits tertentu yang dikehendaki lengkap dengan rawi dan
sandanya masing-masing.
Berbagai
cara pentakhrijan hadits dala arti Naql/Akdzu yang telah di kemukakan oleh
Mahmud at-Tahhan yang menyebutkan lima teknik (thariqoh) dalam menggunakan
metode takhrij sebagai an-Naql, di antaranya:
1. Takhrij dengan mengetahui sahabat yang
meriwayatkan hadits.
2. Takhrij dengan mengetahui lafadz asal matan
hadits.
3. Takhrij denagn cara mengetahui lafadz mata
hadits yang kurang dikenal.
4. Takhrij dengan mengetahui tama atau pokok
bahasan hadits.
5. Takhrij dengan mengetahui sanad dan matan
hadits.
6.
Takhrij dengan jalan melalui pengetahuan
(mengetahui) tentang perawi hadits.[10]
Metode
ini hanya dipergunakan apabila nama sahabat tercantum pada hadits yang akan
ditakhrij. Apabila nama shahabat tersebut tidak tercantum dalam hadits itu dan
tidak diusahakan untuk mengetahuinya, maka metode ini tidak dapat
diguanakan.Apabila nama shahabat tercantum pada hadits tersebut, atau tidak
tercantum tetapi dapat diketahui dengan cara tertnetu, maka dapat digunakan
tiga macam kitab:
Pertama,
Musnad-Musnad. المسانيد
Kedua,
Mu’jam-Mu’jam. المعاجم
Ketiga,
kitab-kitab Al- Athrofالاطراف[11]
Ø Kelebihan
1.
Metode ini memperpendek masa
proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadits yang meriwayatkannya beserta
kitab-kitabnya.
2.
Metode ini banyak memberikan
manfaat diantaranya memberikan kesempatan melakukan persanad.
Ø Kekurangan
1.
Metode ini tidak dapat digunakan
dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadits yang kita
maksud.
2.
Terdapat kesulitan-kesulitan
mencari hadits diantara yang tertera di bawah setiap perawi pertamanya.[12]
2.
Metode kedua
(Takhrij dengan mengetahui lafadz pertama matan hadist)
Penelusuran
hadits melalui metode ini dilakukan terhadap awal katadari matan hadis. Seorang
mukharrij yang menggunakan metode ini haruslah terlebih dahulumengetahui secara
pasti lafadz pertama dari hadis yang akan di takhrijnya, setelah itu barulah
dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab Takhrij yang disusun berdasarkan
metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya.
Cara
ini dapat dibantu dengan : Kitab-kitab yang beisi tentang hadist-hsdist yang
dikenal oleh orang banyak misalnya :
·
Addurarul muntatsirah fi‟il
alhaaditsilmusytaharah karya As-Syuyuthi; Al-Laali Al-mantsuurah fil-Ahaaditsil-masyhurah
karya ibnu Hajar ; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin
minal-Ahaditsil-Musytahirah
·
Alsinah karya as-shakhawi ;
Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiima yaduru
·
Alsinatin-naas karya Al-ujluni .
kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus , misalnya : Al-
·
Jami‟ush Sahaghiir
minal-Ahaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.Petunjuk-petunjuk dan indeks
yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertenyu, misalnya :Miftah
Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi Li Ahaaditsi Tarikh
Al-Khatib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaditsi
Shahih Muslim karya Muhammad Faud Abdul-baqi; Miftah Muwaththa Malik karya
Muhammad Faud Abdul-Baqi.[13]
Ø Kelebihan
Dengan
menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan
hadits-hadits yang dimaksud.
Ø Kekurangan
Bila terdapat kelainan lafal pertama tersebut
sedikitpun akan berakibat sulit menemukan hadits.[14]
3.
Metode ketiga (
Takhrij melalui salah satu lafadz yang terdapat dalam matan hadist)
Metode
ini berdasarkan kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadist, baik berupa
isim (kata benda) atau fi’il (kata kerja). Huruf-huruf tidak digunakan dalam
metode ini. Para penyusun kitab takhrij hadits menitik beratkan peletakan
hadits-haditsnya menurut lafadz-lafadz yang asing. Semakin asing (gharib) suatu
kata, maka pencarian hadits akan semakin mudahdan efisien.
Ø Kelebihan
3.
Metode ini mempercepat pencarian
hadits-hadits.
4.
Para penyusun kitab-kitab takhrij
dengan menggunakan metode ini membatasi hadits-haditsnya dalam beberapa kitab
induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman.
5.
Memungkinkan pencarian hadits
melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits.[15]
Ø Kekurangan
1.
Keharusan memiliki kemampuan
bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai. Karena metode ini
menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
2.
Metode ini tidak menyebutkan
perawi dari kalangan sahabat.
3.
Terkadang suatu hadits tidak
didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan
kata-kata yang lain.[16]
4.
Metode keempat (
Takhrij Melalui Tema Hadist)
Metode
ini di pakai oleh orang yang mempunyai ketajaman ilmu (dzauq ilmi) yang
memungkinkannya mendapatkan topik hadist atau menentukan letaknya apabila hadist
tersebut memiliki artian yang lebih lar dan rumit.metode ini memrlukan beberapa
kitab penunjang yang tersusun berdasarkan bab-bab dan tema-tema.[17]
Berikut
klasifikasi kitab-kitab yang di tulis dengan metode ini :
1.
Kitab-kitab yang berisi tentang seluruh
tema agama, yaitu kitab-kitab Al-Jami’ berikut dengan mustakhraj dan
mustadraknya, Al-Ma’ajim, Al-Zawaid, dan kitab Miftah Kunuz Al-Sunnah.
2.
Kitab-kitab yang berisi sebagian
saja tentang keagamaan, yaitu : kitab Sunan, Mushanaf, Muwaththa, dan Mustkhrajat
‘ala Al-Sunan.
3.
Kitab-kitab yang bertemakan aspek
yang bersifat tidak umum dalam kajian keagamaan, yaitu kitab yang hanya
berkaitan tentang hukum saja, akhlak saja, dan sebagainya, yaitu kitab:
Al-Ahkam li ‘Abd al-Ghani ibn Abd al-Wahid al-Muqshidi.[18]
Ø Kelebihan
1.
Metode ini tidak membutuhkan
pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadits, seperti keabsahan lafadz
pertamanya.
2.
Metode ini mendidik ketajaman
pemahaman hadits pada diri peneliti.
3.
Metode ini juga memperkenalkan
kepada peneliti maksud hadits yang dicarinya dan hadits-hadits yang senada
dengannya.[19]
Ø Kekurangan
1.
Terkadang kandunga hadits sulit
disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya.
2.
Terkadang pemahaman peneliti
tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab.[20]
5.
Metode kelima
(Takhrij melalui status/klasifikasi hadist)
Metode
ini memperkenalkan suatu upaya yangdilakukan para ulama hadist dalam menyusun
kitab-kitab hadist, yaitu menghimpun atau mengumpulkan hadist sesuai statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadist,
seperti hadist-hadist qudsi, hadist masyhur, hadist mursal, dan lainnya.
Kelebihan metodeini dapat di lihat dari segi mudahnya proses takhrij.hal ini
karena sebagian besra dari hadist-hadist yang dimuat dalam kitab tersebut berdasarkan
pada sifat-sifat hadist yang sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang
rumit. Namun kitab hadist yang di susun dengan metode ini hanya sedikit, yang
hal tersebut merupakan kelemahan yang di miliki oleh metode takhrij dangan
melihat status hadist ini.
Kitab-kitab
yang disusun berdasarkan metode ini adalah :
·
Al-Azhar al-Mutanatsirah fi
al-Akhbar al-Mutawatirah karya Al-Suyuthi.
·
Al-Ittihafat al-Sanniyat, fi
al-Hadist al-Qudsuyyah karya Al-Madani.
·
Al-Marasil karya Abu Daud.[21]
Ø Kelebihan
Dapat memudahkan proses takhrij, karena sebagian
besar hadits-hadits yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat
hadits sangat tinggi, sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.
Ø Kekurangan
Metode ini cakupannya sangat terbatas karena sedikitnya
hadits-hadits yang dimuat tersebut. Hal ini akan tampak lebih jelas lagi ketika
berbicara mengenai masing-masing kitabnya.[22]
F.
Metode Takhrij
dengan Komputer
Saat
ini prediksi dan harapan Syuhudi Isma’i1 sudah menjadi kenyataantelah mampu
memprogramkanberbagai hadist Nabi baik dari segi lafal matan, sanad, kualitas
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya,niscaya pengkajian hadist Nabi
akan bertambah mudah dan praktis. Berbagai CDyang memuat hadist-hadist Nabi
sudah tersebar luas. Menurut Syuhudi Isma’il, penggunaanCD dalam mentakhrij dan
meneliti hadist begitu cepat dan praktis dibanding cara biasa dengan perangkatkamus-kamus
dan kitab-kitab hadist.
Diantara
letak kepraktisan dan kecepatanya adalah:
1.
Satu CD telah memuat banyak kitab
hadist (ada yang memuat 9 kitab induk ada yang disampingmemuat 9 kitab induk
tersebut juga memuat berbagai musnad lain luar a1-Kutub al-Tis’ah). Selain itu
jugamemuat kitabu al-Rijal serta ilmu musthalah al-hadist.
2.
Dalam mentakhrij terutama dengan
melalui lafal hadits, setelah ditentukan lafal mana yang dijadikan acuanmaka
tidak perlu membuka kamus atau mu’jam Hadist, tapi cukup di-klick menu ( ) lalu
tuliskanlafal acuan pada kolam yang tersedia kemudian klik menu ( ), lalu akan
keluar potongan-potongan hadistserta nama kolektornya.
3.
Untuk melihat matan dan sanad
lengkap hadist tersebut tidak perlu membuka kitab induk tapi cukup mengklickmenu
( )
4.
Untuk melihat semua matan Hadist
yang terdapat dalam berbagai kitab induk, cukup dengan meng-klickmenu ( )
setelah itu menu ( ) dan kemudian menu ( )
5.
Pada menu ( ) telah tersedia
bagan sanad lengkap dengan riwayat masing-masing[23]
G.
Penutup
Takhrij ini sebenarnya suatu usaha ulama
hadits untuk mengembalikan hadits kepada sumbernya yang asli dan merupakan
hasil sebuah usaha keras yang dilakukan oleh ulama hadits untuk menjaga
keaslian dan kebenarannya. Dengan ini ajaran Islam yang menjadikan hadits
sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an agar dapat terus terjaga hingga akhir
zaman. Dalam dunia yang semakin maju ini berbagai alat yang digunakan dalam
penelitian hadits, bertambah maju pula dengan penggunaan alat elektronik
seperti aplikasi software mausuat al-Hadith al-sharif:al-kutub al-tis’ah.Secara
singkat takhrij hadis dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadis serta
mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan hadis.
Di dalam melakukan takhrij, ada lima
metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.
Takhrij melalui lafaz pertama matan
hadits.
2.
Takhrij melalui kata-kata dalam
matan hadits.
3.
Takhrij berdasarkan perawi
sahabat.
4.
Takhrij berdasarkan tema hadits.
5.
Takhrij berdasarkan status hadits.
Daftar Pustaka
Bahrudin.Takhrij Sebagai Metode Penelusuran Kualitas Hadis Ahad:Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 13
Januari-Juni 2009.
Damanhuri, Penelusuran
Akar Hadits:Jurnal Ilmiah PeuradeunVol. 2, No. 3, September 2014.
Majid, Abdul Khon.2008.Ulumul
Hadis.Jakarta: AMZAH.
Muhammad,
Abu Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi.1994.Metode Takhrij Hadits. Diterjemahkan oleh: Agil Husin
Munawwar.Semarang: Dina Utama.
Quraish, M. Shihab.1995.Dasar-dasar ilmu takhrij dan Studi Sanad.Semarang:
Dina Utama.
Pamil, Jon.Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian
Hadist:Jurnal
Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni 2012.
Sahrani,
Sohari.2010.Ulumul Hadits.Jakarta:Ghalia
Indonesia.
Smeer, Zeid.2008.Ulumul Hadis.Malang:UIN
Malang Press.
Soetari, Endang.1994.Ilmu
Hadits (Kajian dan Riwayah).Bandung:CV Mimbar Pustaka.
Suhuf Subhan, Kritik
Sanad:Al-Majaalis Jurnal Dirasat Islamiyah Volume 1, No. 1, November 2013.
Catatan:
Makalah ini tidak
mencakup penjelasan tentang praktik takhrij hadis dengan kitab mu’jam al-mufahras
dan CD Mausu’ah. Padahal itu bagian penting dalam presentasi di kelas.
[1] Zeid Smeer, Ulumul Hadis, (Malang:
UIN malang press, 2008), hlm. 171.
[2]Jon Pamil, Takhrij Hadist: Langkah
Awal Penelitian Hadist:Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni
2012,hlm. 53.
[3]Damanhuri, Penelusuran
Akar Hadits:Jurnal Ilmiah Peuradeun Vol. 2, No. 3, September 2014,hlm. 109
[4]M.
Quraish Shihab, Dasar-dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, (Semarang: Dina
Utama, 1995), hal. 18.
[5]Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis,(Jakarta:
AMZAH, 2008), hlm. 115.
[6]Suhuf Subhan, Kritik Sanad:Al-Majaalis Jurnal Dirasat
Islamiyah Volume 1,
No. 1, November 2013,hlm. 36.
[7]Bahrudin, Takhrij Sebagai Metode Penelusuran Kualitas Hadis Ahad:Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 13
Januari-Juni 2009,hlm. 446.
[8]Sohari
Sahrani, Ulumul Hadits, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 190.
[9]Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi,Metode Takhrij
Hadits, Diterj. oleh: Agil Husin Munawwar.(Semarang: Dina Utama1994), hlm.
5.
[10]Endang Soetari, Ilmu Hadits(Kajian dan Riwayah), (CV.
Mimbar Pustaka, Bandung, 1994), hlm. 155.
[11]Ibid.,
hlm 156.
[12]Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi,Metode Takhrij
Hadits, Diterj. oleh: Agil Husin Munawwar.(Semarang: Dina Utama,1994), hlm.
78.
[13]Endang Soetari, Ilmu Hadits (Kajian dan Riwayah), (Bandung: CV.
Mimbar Pustaka,1994), hlm. 158.
[14]Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi,Metode Takhrij
Hadits, Diterj. oleh: Agil Husin Munawwar.(Semarang: Dina Utama, 1994),
hlm, 17.
[15]Ibid.,hlm, 60.
[16]Ibid., hlm, 61.
[17]M.
Quraish Shihab,Dasar-dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad,(Semarang:Dina Utama,
1995), hlm. 87.
[18]Endang
Soetari, Ilmu Hadits (Kajian dan Riwayah),(Bandung:CV. Mimbar Pustaka,
1994), hlm. 161.
[19]Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi,Metode Takhrij
Hadits, Diterj. oleh: Agil Husin Munawwar.(Semarang: Dina Utama1994), hlm,
122.
[20]Ibid.,hlm. 123.
[21]Sohari Sahrani,Ulumul Hadits, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 202.
[22]Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi,Metode Takhrij
Hadits, Diterj. oleh: Agil Husin Munawwar.(Semarang: Dina Utama1994), hlm.
195.
[23]Jon
Pamil,Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian
HadistJurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni 2012,hlm.62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar